Chapter 1978
Bab 1978 Permen
Dewi tertidur sangat lelap, sama sekali tidak tahu apa yang terjadi semalam....
Saat bangun di pagi hari, dia sedikit tertegun melihat Hana dan Sharon di kamar.
Hana buru-buru menjelaskan, “Nona Dewi, semalam ada orang yang ingin menerobos masuk ke kamarmu, tapi ketahuan oleh Kak Sonny. Kami
takut terjadi sesuatu, jadi kami menjaga Nona di kamar, semoga tidak mengganggu istirahat Nona.”
“Tidak....” Dewi tertegun mendengarnya. “Kamu bilang, ada orang yang ingin menerobos masuk ke kamarku? Siapa?”
“Jika melihat bayangannya, dia pria. Hal lainnya masih sedang diselidiki.” Kata Hana, “Kak Sonny sudah minta orang mengejarnya, tapi tidak berhasil
ditangkap.”
Mendengar hal ini, Dewi mengerutkan dahinya, sebenarnya siapa?
“Tok, tok!”
Saat ini, dari luar terdengar suara ketukan pintu. Kelly meminta pelayan, melayani Dewi mandi dan berganti pakaian.
Hana dan Sharon pamit, Dewi berterima kasih dan berpesan pada mereka untuk beristirahat.
Setelah mandi, saat sarapan di balkon, dia tidak sengaja menemukan permen di bawah kursi
lalu....
Saat Dewi dan Bibi Lauren turun dari pesawat di bandara Tokyo, ketika hendak berjalan menuju pintu keluar, tiba-tiba dia melihat seorang anak
perempuan menangis di depan toilet.
Anak ini sangat menggemaskan, menangis hingga wajahnya merah, ia tampak hampir kesulitan bernapas....
Dewi buru-buru memberikan obat pada anak ini. Setelah kondisinya stabil, dia bertanya pada. anak ini, “Adik, kenapa kamu di sini sendirian? Mana
Papa dan Mamamu?”
“Aku tidak punya Mama. Papa yang membawaku pulang. Tadi saat aku keluar dari toilet, Papaku hilang. Huhu....”
Anak ini sedikit ketakutan, tubuh kecilnya gemetaran.
“Jangan takut. Kakak bawa kamu cari Papamu, ya.”
Dewi hendak mengantarkan anak ini ke staf bandara, tapi tidak lama kemudian, tiba-tiba
terdengar suara dari belakang, “Tania!”
“Papa!!” Anak perempuan itu langsung berlari ke arah pria itu.
Pria itu menggendong anaknya dengan satu tangan dan menatap Dewi dengan waspada.
Pertama kali Dewi melihat pria ini, dia langsung merasa tatapan matanya punya aura pembunuh.
“Benarkah?” Tatapan membunuh pria itu perlahan memudar dan mengucapkan “Terima kasih”, lalu membawa anak itu pergi.
“Orang ini sangat aneh.”
Dewi melihat punggung pria itu, dia merasa pria itu sedikit aneh, tapi anak itu sangat patuh dan menggemaskan, dia masih melambaikan tangan
mengucapkan selamat tinggal padanya, sepasang matanya yang jernih penuh ketulusan.
Bibi Lauren berkata dengan suara pelan, “Pria itu sangat berbahaya. Kita harus menjauh darinya.”
“Berbahaya?” Dewi sangat penasaran.
“Benar.” Bibi Lauren tampak serius, “Tatapan matanya penuh aura membunuh, ada tingkat kepekaan yang tajam. Kalau aku tidak salah tebak, dia
adalah pembunuh profesional.”
“Pembunuh profesional bisa punya anak selucu itu?” Dewi mengerutkan keningnya. “Apa anak itu anak kandungnya? Harusnya bukan diculik
olehnya, ‘kan?”
“Anak itu bergantung dan akrab dengannya, selain itu, perhatian dan perlindungannya terhadap anak itu juga tidak seperti berpura-pura, harusnya
anak kandungnya....” kata Bibi Lauren sambil menghela napas, “Orang jahat seperti ini tidak seharusnya punya anak. Kalau anaknya ikut
dengannya, cepat lambat akan mendapat masalah
“Barangkali dia bisa berhenti demi anaknya.” Dewi sedikit tidak tega.
“Profesi seperti ini ibarat hutan. Sekali kamu masuk ke dalamnya, maka tidak ada jalan mundur.” Bibi Lauren menganalisis, “Kamu lihat saja
tampangnya yang waspada tadi, pasti ada yang sedang mengejarnya.”
“Semoga anak itu baik-baik saja!” Dewi berdoa untuk anak itu.
Semoga.”